Menjajal Tawang Jaya, Kereta Api Terpanjang di Jawa

 

Di tengah ritme pekerjaan di Ibukota, akhir pekan nampaknya menjadi waktu jeda yang paling dinanti untuk bepergian ke luar kota. Tak ayal, tiap Jumat malam tiba, Stasiun Pasar Senen dibanjiri oleh ribuan orang yang siap bepergian ke aneka kota di pulau Jawa.

Seluruh tiket kereta api ekonomi dengan tujuan Yogyakarta dan Solo telah ludes terjual. Padahal, hari ketika saya memesan tiket adalah H-2 bulan sebelum keberangkatan. Saya kalah cepat dan akhirnya menggigit jari. Sebenarnya, walaupun tiket kereta ekonomi yang langsung menuju Solo sudah habis, masih tersedia kereta lainnya. Tapi, kereta itu kelas bisnis. Di laman website KAI tertulis bahwa KA Senja Utama Solo masih tersisa 100-an kursi yang harganya 280 ribu. Aduh. Terlalu mahal buat saya. Mau tidak mau, saya harus mencari alternatif lain.

Alternatif menggunakan bus sudah pasti dicoret. Macet dan waktu sampainya tidak bisa diprediksi. Naik pesawat pun sama, saya coret dari alternatif. Biayanya terlalu mahal untuk seorang pengais tetirah di akhir pekan seperti saya. Akhirnya, saya melirik ke kereta api dengan tujuan Semarang. Masih tersedia cukup banyak kursi KA Tawang Jaya dengan keberangkatan dari Stasiun Pasar Senen menuju Semarang Poncol. Tarifnya pun tidak terlampau mahal, 120 ribu saja. Masih jauh lebih murah dibandingkan tiket kereta Senja Utama Solo. Tapi, KA Tawang Jaya hanya berhenti di Semarang, sedangkan tujuan saya adalah Solo. Tak masalah, yang penting saya bisa tiba dulu di Jawa Tengah. Dari Semarang, ada banyak sekali bus-bus yang berangkat ke arah Solo.

Hari keberangkatan pun tiba. Jam sepuluh malam, panggilan boarding sudah diberikan kepada seluruh penumpang Tawang Jaya. Satu per satu penumpang mengantre, berbaris seperti menanti sembako gratisan. Saat tiba di depan petugas, saya menyodorkan KTP dan boarding pass yang sudah dicetak. Mata sang petugas menatap kilat rupa saya di KTP dengan aslinya. Kemudian, boarding pass pun dipindai dan muncullah nama saya di layar komputer. Proses ini hanya berlangsung beberapa detik, dan saya pun sudah sah check ini. Tapi, proses sekian detik ini tetap saja terasa lama jika kita mengantre di ekor antrian. Maklum, jumlah penumpang KA Tawang Jaya itu lebih banyak dari jumlah penumpang KA lainnya di seluruh Jawa.

Interior kereta api kelas ekonomi

Jika diperhatikan sekilas, tak ada perbedaan mencolok antara KA Tawang Jaya dengan kereta-kereta lainnya yang beroperasi di Jawa. Seluruh keretanya dicat menggunakan livery selendang pecut dengan latar belakang berwarna abu-abu. Untuk menjadi pembeda dengan kereta kelas lainnya, pintu KA Tawang Jaya diberi warna oranye, warna standar sebagai petunjuk kelas ekonomi. Dari segi interiornya pun tiada perbedaan apapun dengan kereta ekonomi lainnya. Konfigurasi tempat duduknya 3-2, hadap-hadapan, dan satu kereta dapat menampung 104 penumpang. Lantas, apa dong yang membedakan Tawang Jaya dengan kereta lainnya? Yang menjadi pembeda adalah jumlah kereta dalam satu rangkaian. Kereta api di Jawa, maksimum membawa 12 kereta saja. Biasanya, 12 kereta ini sudah sangat panjang. Kereta api Progo membawa 9 kereta. Lodaya membawa 9 atau kadang 11 kereta. Argo Bromo Anggrek membawa 12 kereta. Tawang Jaya membawa 16 kereta! Satu rangkaian Tawang Jaya secara total dapat mengangkut 1.400 lebih penumpang.

Sebelum Tawang Jaya rangkaian panjang dioperasikan, sudah ada KA Kertajaya yang mengawali penggunaan rangkaian panjang. KA Kertajaya dengan relasi Pasar Senen-Surabaya Pasar Turi mulai memakai 16 kereta dalam satu rangkaian per 1 April 2016. Tiga hari setelahnya, yaitu pada 4 April 2016, KA Tawang Jaya pun menyusul Kertajaya dan menjadi kereta api dengan rangkaian terpanjang kedua di Jawa, sama-sama mengangkut 14 kereta.

Seiring dengan hadirnya KA Tawang Jaya rangkaian panjang, ada jadwal perjalanan kereta yang dihapus. Sebelumnya, terdapat layanan KA Tegal Arum, kereta kelas ekonomi yang melayani jurusan Pasar Senen-Tegal. Karena alasan okupansi, layanan KA Tegal Arum pun diberhentikan dan penumpang dapat beralih ke rangkaian KA Tawang Jaya.

Selesai menceritakan deskripsi singkat tentang Tawang Jaya, sekarang saya akan mulai menceritakan linimasa perjalanan saya di atas kereta.

23:00

Kereta api diberangkatkan dari Stasiun Pasar Senen. Berhubung Tawang Jaya adalah kereta api paling akhir yang diberangkatkan dari Jakarta, maka selepas stasiun Pasar Senen, kereta sudah bisa melaju cepat hingga Stasiun Jatinegara. Biasanya, di jam-jam sibuk, kereta api yang hendak berangkat ke arah timur seringkali tertahan lajunya karena harus berbagi rel dengan kereta lainnya, termasuk kereta komuter.

Jam sebelas adalah waktu yang cukup malam. Kebanyakan penumpang sudah lelah, dan setelah mendapatkan posisi duduk terbaik, mereka pun segera tertidur. Mereka mengeluarkan jurus masing-masing untuk segera terlelap. Ada yang membawa bantal portable, mengalungkannya di leher. Ada yang menutup wajahnya menggunakan kain, kemudian menyandarkan kepalanya di jendela supaya apabila nanti mulutnya terbuka saat tidur tidak mengganggu pemandangan. Ada yang berusaha tidur sambil duduk tegak. Tapi, ada pula yang tidur dengan menumpang di pundak penumpang sebelahnya.

Saya pribadi selalu mengenakan kupluk dan kain penutup wajah saat tidur di kereta api. Tujuannya tentu supaya nyaman. Tapi, lebih penting lagi adalah supaya tidak mengganggu pemandangan penumpang lain. Saat tertidur sambil duduk, besar kemungkinan mulut akan terbuka. Dan, buat saya ini pemandangan yang tidak elok. Jadi, lebih baik ditutupi supaya semua nyaman. Saya tidak malu, penumpang di depan pun tidak risih.

Masing-masing penumpang sudah terlelap

00:43

KA Tawang Jaya tiba di pemberhentian pertama, Stasiun Pegaden Baru. Stasiun ini terletak di Kabupaten Subang. Cukup banyak penumpang yang turun di stasiun ini. Setelah berhenti selama 2 menit, Tawang Jaya melanjutkan perjalannya.

Salah satu kelemahan dari KA Tawang Jaya menurut saya adalah banyaknya jumlah pemberhentian. Baru berjalan kurang dari dua jam selepas Pasar Senen, kereta sudah berhenti di Pegaden Baru. Sesaat sebelum kereta berhenti, pengumuman di intercom akan diputar. Seringkali, suara pengumuman yang terlalu keras dan diputar lebih dari dua kali membuat tidur tidak bisa nyenyak. Sedikit-sedikit terbangun.

Selepas Stasiun Pegaden Baru, penumpang yang duduk di sebelah saya tak lagi kuasa menahan tubuhnya. Dia ambruk ke pundak saya sembari tertidur pulas. Inilah risiko naik kereta api ekonomi. Sebenarnya saya bisa saja membangunkannya. Tapi, ya sudah. Untuk membuat posisi duduk lebih nyaman, saya menyandarkan kepala ke jendela.

Menjadi donor pundak. Saking nyamannya pundakku, mas di sebelah tidurnya amat nyenyak

00:59 – 02:27

Di sepanjang lintas utara Jawa Barat, KA Tawang Jaya berhenti di stasiun Haurgeulis, Jatibarang, dan Cirebon Prujakan.

Di stasiun Cirebon Prujakan, kereta berhenti sekitar 10 menit. Waktu yang singkat ini dimanfaatkan oleh beberapa penumpang untuk keluar kereta dan merokok. Semenjak terbitnya aturan larangan merokok, tidak ada penumpang yang berani diam-diam merokok di dalam kereta. Jika ketahuan, petugas tidak segan-segan akan menurunkan penumpang itu di stasiun terdekat. Aturan ini bukan sekadar gertak sambal, sudah ada beberapa penumpang yang kedapatan merokok dan benar-benar diturunkan di stasiun terdekat.

Termutakhir, pada Agustus 2017, seorang anggota TNI diturunkan paksa oleh petugas saat menumpang KA Pramex relasi Yogyakarta-Kutoarjo. Pasalnya, dia kedapatan merokok. Padahal sudah jelas-jelas ada larangan dilarang merokok di dalam kereta. Dalam hal ini, PT. KAI bertindak sangat tegas terhadap pelanggaran. Sadis? Menurut saya sih tidak. Peraturan adalah peraturan, dan peraturan tentunya dibuat untuk keamanan dan kenyamanan bersama.

02:17-03:42

Selepas stasiun Cirebon hingga ke Tegal, KA Tawang Jaya berhenti di stasiun Babakan, Tanjung, Brebes, dan Tegal.

Di sini saya sangat mengantuk. Tapi, untuk tidur nyenyak sulit sekali rasanya karena sebentar-sebentar suara pengumuman dari intercom berbunyi. Mau menggunakan headset pun saya malas karena posisi duduk di dekat bordes yang membuat suara dari luar terlalu berisik. Akhirnya, saya memilih pasrah, memejamkan mata tapi tidak tertidur.

04:14

Kereta api Tawang Jaya tiba di Stasiun Pemalang. Beberapa penumpang sudah kembali terjaga.

04:45

Kereta api tiba di stasiun Pekalongan. Di sini, setelah 4 jam, akhirnya penumpang yang duduk di sebelah saya terbangun. Akhirnya, pundak saya merdeka!

Selepas stasiun Pekalongan, kereta api akan melintasi daerah bernama Plabuan di mana lokasi rel berada persis di samping laut. Jika kereta api melintas saat siang hari, kita bisa menyaksikan pantai yang terhampar langsung dari balik jendela kereta. Sebenarnya saat KA Tawang Jaya melintasi daerah Plabuan, kondisi langit sudah lumayan terang. Tapi, karena masih terlalu pagi, di mana saya masih terjebak di dalam kondisi ngantuk, pemandangan di luar terkesan biasa saja.

06:15

Lebih cepat 5 menit daripada jadwal kedatangan seharusnya pukul 10:15, kereta api Tawang Jaya tiba dengan selamat di Stasiun Semarang Poncol.

06:30

Perjalanan belum selesai. Semarang bukanlah tujuan akhir saya hari itu. Dar Stasiun Poncol, saya menaiki ojek daring menuju Terminal Terboyo (sebetulnya bisa juga berangkat dari Sukun).

 

07:10

Setibanya di Terminal Terboyo, saya langsung menaiki bus Sugeng Rahayu Golden Star tujuan Surabaya via Solo. Tapi, saya tidak berhenti di Solo. Saya mampir dulu ke Salatiga. Perjalanan dari Semarang ke Salatiga dibandrol seharga 15 ribu saja, plus gratis air mineral botolan 330 ml. Selepas dari Salatiga, barulah saya melanjutkan ke Solo menaiki bus Taruna seharga 15 ribu.

Jadi, walaupun tidak mendapat tiket kereta langsung ke Solo, KA Tawang Jaya bisa dijadikan alternatif bepergian jika tiket kereta menuju Jogja atau Solo sudah habis. Berikut ini rincian biayanya:

 

Rincian tarif ke Solo menggunakan Tawang Jaya:

    • Tiket KA Jakarta – Semarang : 120.000
    • Ojek dari Poncol – Terboyo : 7.000
    • Bus Semarang-Salatiga : 15.000

 

  • Bus Salatiga-Solo Tirtonadi : 15.000

 

TOTAL : 157.000

Jika dibandingkan dengan KA Senja Utama Solo yang tarifnya 280 ribu, masih ada kembalian 123 ribu!

 

KA 202 – PSE-SMC KA 201 – SMC-PSE
Stasiun Kedatangan Keberangkatan Stasiun Kedatangan Keberangkatan
Pasar Senen 23:00 Semarang Poncol 13:15
Pegadenbaru 00:43 00:46 Weleri 13:51 13:54
Haurgeulis 00:59 01:02 Pekalongan 14:36 14:40
Jatibarang 01:37 01:40 Pemalang 15:07 15:10
Cirebon Prujakan 02:17 02:27 Tegal 15:37 15:45
Babakan 02:47 02:50 Brebes 15:57 15:59
Tanjung 03:05 03:08 Babakan 16:31 16:33
Brebes 03:26 03:30 Cirebon Prujakan 16:53 17:00
Tegal 03:42 03:49 Haurgeulis 18:09 18:11
Pemalang 04:14 04:18 Bekasi 19:42 19:45
Pekalongan 04:45 04:50 Pasar Senen 20:10
Weleri 05:32 05:36
Semarang Poncol 06:15
Selamat datang di Semarang Poncol!

 

12 pemikiran pada “Menjajal Tawang Jaya, Kereta Api Terpanjang di Jawa

  1. Nah alternatif transit seperti ini memang lumayan mas, bisa ngirit.
    Dua kali ke bandung semua kutempuh lewat jogja, naik kahuripan. Jauh lebih murah drpd naik Harina bisnis, karena ekonominya sering ludes.
    Skrg ada Ciremai jika mau ke bandung, tp blm ada rencana sih kesana untuk ke tiga kalinya😅

  2. kalau kelamaan senderan terus ya bikin capek lama2 hahaha, eh pengin ngerasain naik kereta malam2… memang sih pengumuman dari speaker tiap berhenti di stasiun itu bikin bising hehehe

    1. Iya. Mas sebelahku itu dia pakai parfum cukup menyengat baunya. Hahaha
      Tp ya sudah, itung-itung aku beramal, amal pundak.

      Kalau naik Tawang Jaya cukup nyebelin. 2x aku naik, speakernya rusak. Jadi satu pengumuman bisa diulang sampai 4x

Tinggalkan komentar